TikTok menegaskan bahwa mereka melarang konten yang mempromosikan kekerasan atau individu yang menyebarkan kebencian.
Presiden Trump, melalui perintah eksekutif yang ditandatangani pada Senin lalu, menyatakan tujuannya adalah memulihkan kebebasan berbicara dan mengakhiri penyensoran, khususnya di platform media sosial.
Pat Loller, seorang komedian sekaligus pembuat konten berusia 36 tahun, mengungkapkan bahwa video satirnya yang merespons gestur tangan Elon Musk di sebuah acara pelantikan sempat ditandai sebagai misinformasi.
Video itu pun dibatasi jangkauannya meskipun telah ditonton lebih dari satu juta kali.
“Saya belum pernah melihat hal seperti ini sebelumnya. Bahkan hingga sekarang masih ada pemberitahuan yang mengatakan ‘pembagian hanya terbatas pada satu obrolan dalam satu waktu’,” ujar Loller, yang memiliki 1,3 juta pengikut.
Trump sendiri mengatakan bahwa dirinya terbuka jika Musk ingin membeli TikTok. Musk diketahui memiliki hubungan dekat dengan presiden dan turut membantu inisiatif baru pemerintah terkait efisiensi.
Lisa Cline, seorang pengguna TikTok, menyatakan di platform Threads milik Meta bahwa dirinya kesulitan mengunggah video yang mengkritik Trump.
“Saya mencoba memposting ini enam kali, tapi selalu gagal karena disensor. Semoga berhasil di sini,” tulis Cline. Videonya menyinggung tanggapan Trump terhadap Uskup Episkopal Mariann Edgar Budde yang meminta presiden menunjukkan belas kasih kepada masyarakat yang ketakutan.
Sementara itu, akun milik Danisha Carter, seorang komentator politik dan sosial dengan 2 juta pengikut, secara permanen ditangguhkan setelah TikTok sempat “gelap” pada Sabtu lalu. TikTok mengklaim bahwa penangguhan tersebut disebabkan oleh “pelanggaran kebijakan berulang,” tanpa memberikan penjelasan lebih lanjut.
“Saya merasa ini sangat politis,” kata Carter, yang menyebutkan bahwa livestream terakhirnya berisi kritik terhadap pengaruh para eksekutif teknologi kaya terhadap kampanye presiden AS.
Beberapa pengguna lainnya mengaku mendapatkan teguran bahkan untuk komentar yang tidak terkait politik, sehingga menimbulkan kekhawatiran bahwa kriteria lain, seperti identitas atau riwayat konten, menjadi dasar penandaan.
Ada juga kisah dari Ada “Mila” Ortiz, seorang analis data sekaligus pembuat konten, yang menerima teguran dari TikTok setelah meninggalkan komentar biasa pada video orang lain. “Semua ini terasa tiba-tiba dan acak, seolah mereka ingin mengeluarkan saya dari sini,” ujarnya.
Ortiz bahkan menghapus sekitar 15 video yang mendukung Wakil Presiden Kamala Harris dan mengkritik Trump demi mencegah pelanggaran lebih lanjut.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Channelnewsasia.com