Tampilan logo perusahaan kamera terkenal, Kodak (photo/REUTERS/Steve Marcus)
INDOZONE.ID - Kodak didirikan oleh George Eastman pada 1888. Kodak memperkenalkan kamera sederhana dengan film roll, yang menjadikannya aksesibel bagi masyarakat umum.
Kodak memimpin pasar fotografi dengan inovasi, seperti film roll dan kamera instan, serta berkembang ke film berwarna dan produk terkait. Di era digital pada 1990-an dan 2000-an, Kodak menghadapi kesulitan karena lambat beradaptasi dengan teknologi baru.
Ilustrasi digital. (Freepik/rawpixel.com)
Pada 2012, Kodak mengajukan kebangkrutan. Lalu, mereka fokus pada bisnis percetakan komersial dan teknologi digital setelah keluar dari kebangkrutan pada 2013.
Kemunduran Kodak tidak terlepas dari beberapa keputusan manajemen dan kekurangan visi yang signifikan, seperti:
Baca Juga: OPPO Disebut Kerja Sama dengan Kodak untuk Buat Smartphone Flagship Baru!
Kodak adalah pelopor awal teknologi digital. Akan tetapi, manajemen perusahaan ragu untuk berinvestasi dan beralih ke teknologi digital.
Mereka lebih fokus pada melindungi pasar film yang menguntungkan, daripada mengeksplorasi potensi pasar digital yang berkembang.
Kodak terus berpegang pada model bisnis film tradisional meski menunjukkan penurunan permintaan. Kepemimpinan konservatif dan ketidakmampuan untuk beradaptasi dengan tren pasar baru, membatasi kemampuan Kodak untuk bersaing di medan perang digital.
Para eksekutif Kodak tidak mampu melihat perubahan besar dalam industri fotografi. Mereka tidak mengembangkan strategi efektif, untuk mengatasi pergeseran pasar menuju digital.
Baca Juga: Realme Bakal Kerja Sama dengan Kodak di Smartphone Flagship Terbarunya
Selain itu, Kodak pun gagal memanfaatkan peluang untuk mengembangkan teknologi kamera digital dan layanan berbasis web secara agresif.
Kodak kehilangan pangsa pasarnya. Sebab, mereka tidak mampu berinovasi dan beradaptasi dengan kebutuhan konsumen digital.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Forbes, Harvard Business Review, Business Insider, Smithsonian Magazine, Inc, MIT Sloan Management Review