Kamis, 26 OKTOBER 2023 • 14:00 WIB

Bisa Mengecoh Siapapun, Kominfo Ingatkan Antisipasi Fenomena 'Deepfake' Jelang Pemilu 2024

Author

Ilustrasi deepfake suara.

INDOZONE.ID - Jelang Pemilu 2024, Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik di Kementerian Komunikasi dan Informatika, Usman Kansong, mengingatkan perlunya antisipasi fenomena deepfake yang bisa mengecoh siapapun.

Deepfake adalah salah satu tipe kecerdasan buatan (AI) yang digunakan untuk membuat foto, audio, video hoaks, yang cukup meyakinkan.

Deepfake dibuat memakai dua algoritma AI, yang saling bertentangan. Satu disebut generator, sedangkan yang lain disebut diskriminator.

"Ini satu fenomena yang kami khawatirkan jelang pemilu yakni, deepfake," ujar Usman saat pembukaan Focus Group Discussion (FGD) dengan tema 'Peran Media Pemerintah Dalam Menyukseskan Pemilu Damai 2024' di Jakarta, Kamis (26/10/2023).

Menurut Usman, AI harus diantisipasi supaya tidak digunakan untuk kepentingan yang tidak baik atau merugikan.

Baca Juga: Kominfo Hapus Konten Anti Hoaks Jelang Pemilu agar Tetap Damai

Usman mencontohkan, salah satu penggunaan AI secara tidak bertanggung jawab terjadi pada Paul Vallas, salah satu kandidat pemilihan wali kota di Chicago, Illinois, Amerika Serikat.

Dia menjelaskan, beredar video deepfake yang memuat foto Vallas dengan suara di bawahnya yang mengkritik polisi di Amerika Serikat, yang melakukan kekerasan terhadap para demonstran.

"Tentu itu tidak menguntungkan bagi Vallas, akhirnya dia kalah dalam pemilihan di Chicago," ujar Usman.

Direktur Jendral Informasi dan Komunikasi Publik di Kementerian Komunikasi dan Informatika Usman Kansong saat FGD

Usman menyebut, kondisi itu menjadi peringatan bagi semua pihak jelang Pemilu 2024.

Oleh sebab itu, dia berharap momentum ini bisa digunakan media negara atau media pemerintah, dalam mengambil posisi sebagai clearing house atau sebagai rumah penjernih bagi media sosial.

Baca Juga: Polres Parepare Siapkan Tim IT untuk Antisipasi Hoax Jelang Pemilu, Pantau Postingan dan Beri Edukasi

Sebelumnya, Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi mengatakan, pedoman etika Artificial Intelligence (AI) diperlukan guna menghadapi potensi munculnya gangguan informasi baru dalam pemanfaatan teknologi kecerdasan buatan.

Kemajuan teknologi AI, menurut Budi, berpotensi menimbulkan bentuk gangguan informasi baru, salah satunya teknologi AI DeepFake.

"Melalui deepfake, penggunanya dapat memanipulasi gambar atau video menyerupai orang tertentu untuk melakukan pembohongan publik atau penipuan," katanya saat berbicara dalam The 2nd MASTEL's 5G Summit - Acceleration of 5G Network and AI Towards Indonesia as Digital Economy Country di Jakarta Selatan.

Budi menambahkan, Kementerian Kominfo kini tengah menyusun pedoman etika pemanfaatan kecerdasan buatan di Indonesia, sebagai respons terhadap berbagai tantangan pemanfaatan AI.

Budi mengatakan, pemerintah telah menyusun Strategi Nasional Kecerdasan Artifisial 2020-2045 seiring peningkatan tren penggunaan AI.

Selain itu, melalui Peraturan Menteri Kominfo No. 3 Tahun 2021, Kementerian Kominfo mengatur Klasifikasi Baku Lapangan Industri Aktivitas Pemrograman Berbasis AI.

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi

Sumber: Antara