“Viralitas dan populisme adalah aspek penting dari aktivitas influencer di Instagram dan TikTok, yang berupaya memperluas basis pengikut mereka dan menghasilkan lebih banyak keterlibatan di postingan mereka,” jelasnya.
Di sisi lain, dia juga menduga bahwa ada pihak yang mendanai pembentukan narasi sehingga dapat keluar dengan masif dan terkoordinasi dengan baik.
“Pada tanggal 7 Oktober, saat konflik dimulai, kami mengamati bahwa 10 akun Instagram dan TikTok dengan lima juta pengikut atau lebih mulai mendedikasikan seluruh feed mereka untuk disinformasi dan propaganda melawan Israel dan menampilkan kekejaman dari Gaza,” bebernya.
Transformasi tiba-tiba dari 10 akun tersebut menjadi halaman propaganda Hamas dalam satu hari, kemudian menciptakan sebuah tren. Sehingga memungkinkan mereka mendapatkan momentum di seluruh dunia.
"Sulit untuk tidak menyimpulkan bahwa ada dana besar di balik operasi ini. Pesan yang disampaikan terlalu tepat dan pengaturannya terlalu tepat sehingga tidak mungkin jika tidak ada pemodal di belakang layar,” tuding Refael-Chen.
Karena kekalahan kampanye Israel di media sosial, pihaknya pun telah berkoordinasi dengan pejabat pemerintah dan menjelaskan bahwa mereka perlu berpikir di luar kebiasaan.
“Kita harus melakukannya secara efektif, mengalokasikan sumber daya yang diperlukan, dan memperlakukannya sebagai bagian integral dari perjuangan,” tandasnya.
Konten ini adalah kiriman dari Z Creators Indozone.Yuk bikin cerita dan konten serumu serta dapatkan berbagai reward menarik! Let's join Z Creators dengan klik di sini.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Z Creators