Kamis, 26 OKTOBER 2023 • 11:06 WIB

Kominfo Hapus Konten Anti Hoaks Jelang Pemilu agar Tetap Damai

Author

Menkominfo Budi Arie Setiadi.

INDOZONE.ID - Pemerintah rupanya cukup direpotkan dengan kemunculan hoax yang seolah tanpa henti. Bahkan, Kementerian komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) membentuk satuan tugas khusus yang diberi nama Drone 9 untuk membantu konten di internet termasuk hoax.

Henri Subiakto, staf ahli Menteri Komunikasi dan Informatika memaparkan itu di Yogyakarta, Sabtu (16/3/2023) dalam acara digital literasi bersama Suara Muhammadiyah. Henri menguraikan, setidaknya satgas ini sudah mengumpulkan 700 lebih konten yang teridentifikasi sebagai hoax.

Konten-konten baik tulisan maupun foto diberi penanda khusus oleh Kominfo dan diumumkan sebagai hoax agar tidak lagi disebarkan masyarakat. Namun nampaknya tetap ada kecenderungan pengguna internet untuk tetap mengumbar hoax dan trennya terus meningkat menjelang Pemilu.

“Ada perkembangan yang menarik setelah mendekati Pilpres, kira-kira hampir sebulan ini meningkat jumlah hoaxnya itu, ini hampir sama trend-nya dengan waktu tahun 2014 maupun 2017 ketika Pilkada DKI baik itu hoax yang dilaporkan masyarakat maupun yang terpantau.” Kata Henri Subiakto.

Baca Juga: Bos Meta Klaim Threads Punya Hampir 100 Juta Pengguna Bulanan Aktif

Henri menilai hoax kini bahkan sudah menjadi bagian dari politik dan tidak bisa dipisahkan. Kecenderungan ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di berbagai negara trennya relatif sama yaitu menggunakan hoax secara sengaja untuk memprovokasi mayoritas.

Seperti di beberapa negara yaitu Amerika, yang diprovokasi melalui hoax adalah masyarakat kulit putih. Sedangkan di Brazil, kata Henri, kelompok masyarakat Katolik yang menjadi sasaran, sementara di Indonesia hoax digunakan untuk mempengaruhi suara mayoritas muslim.

Ilustrasi hoaks. (Freepik)

Karena itulah, tambah Henri, pemerintah bekerja sama dengan organisasi Islam seperti Muhammadiyah, NU, dan yang lainnya untuk menangkal hoax sekaligus membangkitkan kesadaran masyarakat tentang bahayanya berita palsu tanpa sumber tersebut.

Dari sisi regulasi, pemerintah juga tidak tinggal diam. Saat ini sudah ada landasan hukum bagi penyebar hoax dari kalangan masyarakat. Sedang disusun sebuah aturan ke depan, yang akan memberikan sanksi denda bagi penyedia platform yang tidak cukup mengambil langkah menangkal hoax.

Baca Juga: Johnny G Plate Dituntut 15 Tahun Penjara dan Denda Rp1 Miliar

“Google, Facebook, maupun YouTube, bisa kena sanksi hukum yaitu berupa denda kalau mereka membiarkan platform yang dipakai untuk menyebarkan hoax. Ini diterapkan kalau sudah kita ingatkan tetapi mereka tetap membiarkan makanya kita buat regulasinya.” Tambah Henri.

Namun, Peraturan Pemerintah ini belum dapat disahkan karena masih menemui ganjalan. Selain itu, pemerintah juga masih menemui rintangan untuk mencegah penyebaran hoax melalui jalur komunikasi pribadi misalnya melalui platform WhatsApp.

Kebiasaan masyarakat yang mudah menyebar informasi juga menjadi kendala. Di mana sebuah informasi yang sudah dikategorikan sebagai hoax masih terus disebarluaskan dengan modifikasi tertentu.

Dihubungi terpisah, Septiaji Eko Nugroho, Ketua Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) menyatakan, bisa saja pemerintah membuat inovasi regulasi. Dia memberi contoh, di Jerman aturan serupa telah ada namun belum bisa menilai efektivitasnya. Aturan semacam itu dimungkinkan karena pemerintah berposisi sebagai regulator.

Salah satu tugasnya adalah mendorong penyedia platform lebih meyakinkan penggunanya untuk tidak menyalahgunakan dengan penyebaran konten negatif. Namun Septiaji mengingatkan langkah itu sebagai solusi hilir, yaitu tindakan yang diambil ketika hoax sudah menyebar. Dibutuhkan pula solusi hulu, yang mencegah produksi dan distribusi hoax.

“Platform jangan hanya menawarkan produknya tapi ada tanggung jawab misalnya literasi digital ke publik termasuk kampanye menggunakan media sosial secara positif.” Ujar Septiaji.

Untuk dapat bertindak lebih jauh, penyedia platform seperti Facebook, Twitter, YouTube, dan media lainnya harus mampu memahami konteks konten di Indonesia. Platform dari luar, kata Septiaji, perlu melibatkan komunitas di Indonesia untuk memahami konteks suatu konten. Apakah melanggar aturan standar komunitas regulasi atau norma lokal yang ada.

Baca Juga: Pemerintah Bolehkan TikTok Shop Dibuka Kembali, Asalkan…

“Platform lebih banyak menggunakan algoritma atau mesin untuk melakukan pengecekan terhadap konten. Ini memang cukup membantu, tetapi ada banyak konten yang membutuhkan penilaian dari manusia. Di Indonesia kita punya banyak bahasa, ratusan bahasa, dan saya tidak yakin apakah Facebook memiliki engine yang bisa memantau bahasa daerah di Indonesia. Karena itu, mereka bisa merangkul komunitas, tidak hanya rasional, tetapi juga komunitas yang memahami bahasa daerah,” paparnya.

Dia memberi contoh, di Surabaya kata jancuk yang dituliskan di media sosial, dapat bermakna menghina tetapi bisa juga mengandung nada persahabatan. Dalam kasus semacam ini, komunitas lokal lebih mampu melakukan verifikasi dibanding Facebook sendiri.

Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi memimpin rapat evaluasi penanganan judi online di Kantor Kementerian Kominfo.

Mafindo baru saja merilis dalam laporan jumlah hoax yang berhasil didata dan diverifikasi pada 2018 hingga Januari 2019. Pada 2018, jumlah hoax terdapat mencapai 997 buah dengan 488 hoax atau 49,94% bertema politik. Pada Januari 2019 jumlah hoax mencapai 109 buah dengan 58 diantaranya bertema politik.

Septiaji mengatakan meningkatnya jumlah hoax dengan tema politik yang berhasil diverifikasi, berpotensi mengancam kualitas pesta demokrasi.

Baca Juga: Qualcomm Rilis Snapdragon X Elite, Chipset untuk Laptop yang Diklaim Lebih 'Sangar' dari Apple, Intel dan AMD

“Hoax tak hanya merusak akal sehat calon pemilih, namun juga mendelekti mendelegitimasi proses penyelenggaraan pemilu dan lebih parah lagi, mampu merusak kerukunan masyarakat yang mengarah ke disintegrasi bangsa,” ujarnya.

Dari 59 hoax bertema politik pada paruh kedua 2018 pasangan Jokowi-Amin disasar 75 buah hoax dan Prabowo-Sandi menerima 54 box. Pada Januari 2019 saja, ada 58 hoax politik di mana 19 hoax merugikan Jokowi-Amin dan 21 hoax menyasar Prabowo-Sandi.

Mavindo juga mencatat, Facebook masih menjadi platform media sosial yang paling banyak digunakan untuk menyebar hoax. Twitter dan WhatsApp berada di bawahnya. Namun dalam jarak cukup jauh. Sebagai contoh, pada Januari 2019, 49,54% hoax ada di Facebook, 12,8 4% di Twitter, dan 11,92% melalui WhatsApp.

Santi Indra Astuti, Ketua Komite Litbang Mafindo, menjelaskan pada Januari 2019, sebanyak 34,86% hoax berupa narasi saja, gabungan foto dan narasi sebanyak 28,44%, dan gabungan video narasi sebanyak 17,43%. Santi mengungkapkan, kenaikan jumlah hoax berbentuk video mengindikasi kian canggihnya bentuk hoax yang beredar di masyarakat.

“Masyarakat harus memahami bahwa hoax berbahaya bagi masa depan bangsa kita, namun itu saja tidak cukup. Masyarakat juga harus memiliki kemampuan memilah dan memilih mana berita yang benar dan mana yang keliru. Kegiatan literasi digital harus dilakukan dengan melibatkan multisektor, ini bukan kewajiban pemerintah saja, namun bagi siapa saja yang tidak ingin negeri ini larut dalam bencana informasi akibat hoax,” tambah Santi.

Kementerian komunikasi dan Informatika akan menjaga ruang digital agar Pemilihan Umum Serentak di tahun 2024 berlangsung dengan bersih dari berbagai informasi hoax dan radikalisme. Menkominfo, Budi Aris Setiadi menyatakan, saat ini sudah melakukan koordinasi dengan berbagai pihak untuk melakukan langkah pencegahan dan penanganan hoax, disinformasi, dan malinformasi di ruang digital.

Budi Ari menyebut, penyebaran hoax atau misinformasi mengalami tren peningkatan jelang Pemilu 2024. Namun, pakar meminta tak asal takedown alias putus akses. Budi mengatakan pada 18 September 2023 kemarin saja sudah ada sekitar 152 hoax mengenai pemilu.

“Di awal tahun 2023 terdapat kenaikan dari 51 isu hoax Pemilu sepanjang Tahun 2022. Per tanggal 18 September ini ditemukan lebih dari 152 isu hoax. Sehingga total isu hoax sejak 2018 sampai 2023 sebanyak 1.471 isu hoax.” Ujar Budi di acara #YukPahamiPemilu bersama Google di Jakarta, Rabu (20/9/2023).

Baca Juga: Dijambret saat Lagi Asik Main HP, Bocah Ini Langsung Kejar dan Tarik Pelaku hingga Terjatuh

“Kita akan diskusi dengan banyak pihak untuk mendiskusikan mana yang hoax mana yang mengandung narasi-narasi radikalisme.” Jelasnya di Jakarta Selatan, Rabu (09/08/2023).

“Nanti saya bertemu dengan Kementerian Agama juga mendiskusikan ini, kalau perlu kita juga blokir. Langkah-langkah blokir supaya ruang publik ini lebih sehat dari hoax, dari konten-konten yang memecah belah bangsa.” Tegasnya.

Menurut Menkominfo esensi pelaksanaan pemilu adalah menyatukan sesama anak bangsa dan memberikan kontribusi bagi peningkatan kualitas demokrasi. Oleh karena itu, semua pihak memiliki peran untuk menjaga ruang digital yang aman dan sehat.

“Sudah semua kita lakukan pendekatan termasuk langkah-langkah pemerintah untuk memberikan kesejukan di ruang digital atau sosial media kita.” Tandasnya.


Konten ini adalah kiriman dari Z Creators Indozone. Yuk bikin cerita dan konten serumu serta dapatkan berbagai reward menarik! Let's join Z Creators dengan klik di sini.

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi

Sumber: Z Creators