Kontroversi game Assassin's Creed: Shadows masih berlanjut
INDOZONE.ID - Assassin's Creed: Shadows, proyek terbaru Ubisoft yang sudah mengalami banyak kontroversi, kembali mencuri perhatian setelah sesi streaming gameplay yang disiarkan langsung di Twitch.
Meskipun Ubisoft telah menginvestasikan tambahan sekitar Rp300 miliar ($20 juta) untuk meningkatkan kualitas permainan, tampaknya hasilnya belum memuaskan penggemar, seperti yang terlihat dari reaksi pemain selama sesi livestream tersebut.
Sesi streaming yang diadakan oleh saluran Twitch resmi Ubisoft, dengan lebih dari 1,1 juta pengikut, hanya berhasil menarik kurang dari 15.000 penonton, jauh dari ekspektasi yang diharapkan.
Baca Juga: Kemitraan COLOPL dengan Stability AI Tuai Kontroversi, Publik Soroti Etika dan Hak Cipta
Cuplikasn Live Stream game Assassin's Creed: Shadows
Pada kesempatan itu, para pengembang berusaha menampilkan fitur baru yang katanya lebih halus, termasuk animasi yang memungkinkan karakter untuk mengelus anjing.
Sayangnya, animasi tersebut malah memperlihatkan banyak masalah teknis, yang menjadi simbol dari pengembangan game yang bermasalah.
Komentar yang muncul di kolom live chat lebih banyak mengkritik kualitas dialog yang buruk dan akting suara yang tidak meyakinkan.
Beberapa pemain bahkan menyebutkan bahwa gameplay-nya terasa sangat membosankan, dengan sistem pertarungan yang masih terasa kaku dan cutscene yang tidak alami.
Bahkan, beberapa model karakter terlihat sangat kaku saat berinteraksi dengan NPC, dengan mulut yang tidak sinkron saat berbicara suatu hal yang mengingatkan pada game lama seperti Oblivion dari Bethesda, namun tanpa adanya daya tarik nostalgia.
Kontroversi mengenai Assassin's Creed: Shadows sudah dimulai sejak pengumuman pertamanya, dengan penundaan yang terjadi beberapa kali, serta ketidakakuratan sejarah dalam permainan.
Banyak penggemar yang kecewa karena game ini memfokuskan pada karakter Yasuke, samurai kulit hitam dari sejarah Jepang, yang memecah tradisi dengan menjadikan tokoh sejarah nyata sebagai protagonis.
Keputusan ini mendapat kritik karena dianggap lebih mengutamakan tren ideologis daripada keakuratan sejarah, terutama mengingat penggemar lebih menginginkan karakter samurai atau ninja Jepang tradisional.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: That Park Place