INDOZONE.ID - Pada 26 November 2024, dunia teknologi dikejutkan oleh berita duka dari San Francisco.
Suchir Balaji, seorang peneliti muda berusia 26 tahun yang pernah bekerja di OpenAI, ditemukan meninggal di apartemennya.
Penyelidikan awal oleh pihak berwenang menyimpulkan bahwa kematiannya adalah bunuh diri, dengan tanpa adanya indikasi tindakan kriminal.
Kematian Balaji datang hanya beberapa minggu setelah ia mengungkapkan tuduhan serius terhadap OpenAI, perusahaan yang dikenal dengan produk AI-nya, termasuk ChatGPT.
Baca Juga: Apple Tambahkan ChatGPT ke iPhone dalam Pembaruan iOS Terbaru
Suchir Balaji adalah seorang ilmuwan komputer yang lulus dari University of California, Berkeley, pada tahun 2021.
Selama masa studinya, ia menunjukkan prestasi luar biasa dalam kompetisi pemrograman, termasuk meraih posisi ke-31 di ACM ICPC World Finals 2018.
Balaji juga dikenal sebagai pemenang hadiah 100,000 dolar (Rp1,6 Juta) dalam tantangan algoritma penyaringan penumpang yang disponsori oleh TSA di Kaggle.
Baca Juga: Gangguan Besar! ChatGPT Down Bikin Pengguna di Seluruh Dunia Terimbas, Sampai Kapan?
Awal kariernya dimulai di Quora sebagai insinyur perangkat lunak sebelum ia beralih ke bidang kecerdasan buatan dan bergabung dengan OpenAI pada November 2020.
Di OpenAI, Balaji terlibat dalam pengembangan dan penyempurnaan model-model AI, termasuk ChatGPT dan GPT-4.
Namun, seiring berjalannya waktu, ia mulai meragukan praktik perusahaan, terutama terkait penggunaan data berhak cipta dalam pelatihan model-model tersebut.
Dalam sebuah wawancara dengan The New York Times pada bulan Oktober, Balaji mengungkapkan keprihatinan mendalam tentang implikasi etis dari kecerdasan buatan generatif.
Ia berpendapat bahwa produk-produk ini dapat menciptakan substitusi yang bersaing dengan data asli, yang pada gilirannya dapat merugikan para pencipta konten.
Balaji menyatakan bahwa ia percaya teknologi ini lebih banyak membawa dampak negatif bagi masyarakat, terutama terkait dengan dugaan penyalahgunaan data berhak cipta oleh OpenAI.
Tuduhan Balaji menjadi bagian dari serangkaian gugatan hukum yang dihadapi OpenAI.
Sejak peluncuran ChatGPT pada tahun 2022, perusahaan ini telah menghadapi beberapa tuntutan hukum yang menuduh penggunaan materi berhak cipta tanpa izin dalam pelatihan sistem AI-nya.
Salah satu gugatan yang menonjol adalah yang diajukan oleh The New York Times, yang mengklaim bahwa model AI seperti ChatGPT dapat mereproduksi artikel mereka tanpa otorisasi.
Kematian Balaji menimbulkan gelombang kesedihan dan keprihatinan di kalangan rekan-rekannya dan komunitas teknologi.
OpenAI menyatakan bahwa mereka "sangat terpukul" mendengar berita tersebut dan menyampaikan belasungkawa kepada keluarga dan orang-orang terkasih Balaji.
Namun, kematiannya juga memicu diskusi lebih lanjut tentang etika dalam pengembangan teknologi AI dan tanggung jawab perusahaan terhadap data yang mereka gunakan.
Kisah Suchir Balaji adalah pengingat tragis tentang tantangan yang dihadapi oleh individu yang berani bersuara melawan praktik yang mereka anggap tidak etis.
Dalam dunia yang semakin dipengaruhi oleh kecerdasan buatan, penting bagi kita untuk terus mempertanyakan dan mendiskusikan implikasi dari inovasi yang kita ciptakan.
Kematian Balaji bukan hanya kehilangan seorang peneliti berbakat, tetapi juga sebuah panggilan untuk refleksi mendalam tentang arah masa depan teknologi dan tanggung jawab kita sebagai penciptanya.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Business Standard.com