INDOZONE.ID - Pada hari Rabu (9/8/2023) kemarin, Gedung Putih mengumumkan kontes siber AI untuk para hacker dengan hadiah jutaan dolar. Mereka diminta mencari dan memperbaiki kelemahan keamanan dalam infrastruktur pemerintah AS, agar terhindar dari hacker jahat.
"Keamanan Siber adalah perlombaan antara serangan dan pertahanan," kata penasihat keamanan nasional pemerintah AS, Anne Neuberger.
"Kami tahu pelaku jahat sudah menggunakan AI untuk mempercepat identifikasi kerentanan atau membangun perangkat lunak jahat," tambahnya.
Kontes ini digelar setelah sejumlah organisasi AS dan lembaga pemerintah menjadi target peretasan dalam beberapa tahun terakhir. Para pejabat juga telah memperingatkan tentang ancaman di masa depan, terutama dari lawan-lawan asing.
Baca Juga: 7 Langkah Mengelola Risiko Keamanan Siber di Sektor Rantai Pasokan
Komentar Neuberger tentang AI mencerminkan apa yang dikatakan oleh kepala keamanan siber Kanada, Samy Khoury, bulan lalu. Dia mengatakan lembaganya telah melihat AI digunakan untuk segala hal, mulai dari pembuatan email phishing dan penulisan kode komputer jahat hingga penyebaran disinformasi.
Kontes ini berlangsung selama 2 tahun dengan hadiah 200 juta dolar AS atau sekitar Rp3,03 triliun. Kontes ini akan dipimpin oleh Badan Proyek Penelitian Lanjutan Pertahanan (DARPA) - lembaga pemerintah AS yang bertanggung jawab atas penciptaan teknologi untuk keamanan nasional.
Pemerintah AS melanjutkan, Google, Anthropic, Microsoft, dan OpenAI, adalah perusahaan teknologi yang berada di garis depan revolusi AI, yang akan membuat sistem mereka tersedia untuk tantangan ini.
Baca Juga: Ying Cracker, Guru Cantik yang Ajarkan Bagaimana Cara jadi Hacker
Dalam setahun terakhir, perusahaan-perusahaan AS telah meluncurkan berbagai alat generatif AI seperti ChatGPT, yang memungkinkan pengguna membuat video, gambar, teks, dan kode komputer yang meyakinkan. Perusahaan-perusahaan Tiongkok juga telah meluncurkan model serupa untuk mengejar ketinggalan.
Para ahli mengatakan alat-alat seperti itu dapat membuatnya lebih mudah untuk, misalnya, melakukan kampanye peretasan massal atau membuat profil palsu di media sosial untuk menyebarkan informasi palsu dan propaganda.
"Tujuan kami dengan tantangan AI DARPA adalah untuk mengkatalisasi komunitas yang lebih besar dari pembela siber yang menggunakan model AI yang berpartisipasi untuk berlomba lebih cepat - menggunakan AI generatif untuk memperkuat pertahanan siber kami," kata Neuberger.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Reuters