Netizen perlu dan penting memahami hak-haknya di dunia digital agar mereka lebih bijak dalam bermedia sosial.
Ragam hak digital tersebut meliputi hak untuk mengakses, berekspresi, dan hak untuk merasa aman di dunia digital.
Selain memiliki kebebasan untuk mengakses internet, warganet juga bebas berpendapat melalui beragam konten di media sosial, maupun hak perlindungan atas privasi.
"Hak untuk mengakses ini merupakan ketrampilan teknis dan kewargaan digital, yakni: mengakses sumber informasi yang valid, mengakses perangkat secara legal, dan mengakses program sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan,” jelas anggota Relawan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) Provinsi Bali Romiza Zildjian mengutip Antara, Jumat (30/9/2022).
Baca Juga: Rehat Sejenak dari Media Sosial, Rasakan Manfaatnya untuk Kesehatan Mentalmu
Adapun hak untuk berekspresi, lanjut Romiza, merupakan kebebasan berekspresi sebagai hak asasi sesuai dengan Pasal 19 Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia Tahun 1948.
"Setiap orang berhak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi. Hak ini mencakup kebebasan untuk berpendapat tanpa intervensi dan untuk mencari, menerima, dan berbagi informasi dan ide melalui media apa pun dan tanpa memandang batas negara," jelas Romiza.
Bukan Berarti Tanpa Batasan
Meski begitu, menurut Romiza, kebebasan berekspresi itu bukan berarti tanpa batasan. Kebebasan berekspresi di ruang digital memiliki batas-batas yang sama dengan hak-hak digital.
"Yaitu, tidak boleh melanggar hak dan melukai orang lain, juga tak boleh membahayakan kepentingan publik, negara, dan masyarakat," tegasnya.
Romiza menambahkan, hak untuk merasa aman erat hubungannya dengan keamanan privasi.
Dari perspektif etika digital (digital ethics), Ketua Bidang Penelitian dan Pengembangan SDM Relawan TIK Provinsi Bali Ni Kadek Dwi Febriani menyatakan, pemahaman etika digital menjadi sebuah keniscayaan saat berada di ruang digital.
”Segala aktivitas digital--di ruang digital dan menggunakan media digital--memerlukan etika digital, maupun tata krama dalam menggunakan internet (netiket),” kata Febriani.
Adapun tindakan etis terkait konten negatif, lanjut Febriani, yakni analisis konten negatif, verifikasi konten negatif, tidak perlu mendistribusikan konten negatif, dan produksi konten yang bermanfaat (positif).
Artikel Menarik lainnya:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: